PAMAN DERMAWAN

Jumat, Agustus 16, 2013



Oleh : L. Heni Susilowati

Bentuk roti-roti Paman Pablo seperti badan sang pemilik nama. Besar-besar. Mantap. Pas untuk orang yang banyak makan. Harganya pun mahal. Lebih-lebih bila mereka membeli dengan uang saunya sendiri. Bibi Pablo menyarankan Paman Pablo untuk membuat roti dengan ukuran kecil juga. Namun, Paman Pablo keras kepala. Bila sudah membuat keputusan, tidak ada yang bisa menggoyahkannya. Itulah sebabnya sejak toko rotinya dibuka, hanya roti besar-lah yang memenuhi toko miliknya.
“Seperti ini saja sudah laris, mengapa mesti membuat yang lain? Lagi pula, aku hanya mau berurusan dengan orang kaya,” begitu katanya.
Begitulah, toko roti Paman Pablo terkenal dengan roti yang besar yang lezat. Sayangnya, tidak semua orang mampu membelinya.
Suatu hari, hari masih pagi saat toko dibuka. Di depan pintu toko roti, berdiri seorang anak perempuan. Kurus, berbaju lusuh, berambut merah, dan berkulit gelap.
“Mau apa?!” Paman Pablo mengira anak itu peminta-minta.
“Beli roti, satu, Paman,” sahut anak itu dengan takut.
Paman Pablo tidak senang mendengar jawaban tersebut.
Satu. Astaga! Pelanggan toko rotinya belum pernah ada yang hanya membeli satu potong.
“Tapi dia beli, bukan minta,” usik hati kecil Paman Pablo.
Maka Paman Pablo membiarkan anak itu masuk.
Setelah mengambil sebuah roti, anak tersebut memasukkan tangan ke saku, dan mengeluarkan segenggam uang. Uang logam. Dengan nilai terkecil.
Anak itu menghitung uang logam tersebut satu demi satu di meja kasir.
Paman Pablo memperhatikan gerakan tangan anak itu. Tiba-tiba sebuah perasaan sedih menyelinap kedalam hati Paman Pablo.
Uang logam kecil-kecil. Teringat olehnya saat ia masih kecil dulu. Hidupnya susah. Ia mesti bekerja untuk mendapatkan upah yang tak seberapa. Kemiskinan membuatnya bertekad menjadi orang kaya. Dan sekarang, saat sudah berhasil, mengapa ia melupakan anak-anak yang tak beruntung seperti dia dulu ?
“Kamu tak perlu membayarnya.” Mata Paman Pablo berkaca-kaca.
Ia lalu mengambil sebuah dus, mengisinya dengan setengah lusin roti, dan memberikannya pada anak perempuan itu.
“Siapa namamu?”
“Tatia, Paman,”
“Masih sekolah?”
“Ya, Paman.”
“Sekolah yang rajin, Tatia. Supaya kelak kamu bisa memiliki toko roti seperti Paman.”
“Terima kasih Paman. Saya selalu juara kelas,” ucap Tatia dengan wajah berseri.
Setelah menyuruh Tatia pergi, Paman Pablo menyuruh karyawannya membuat roti dengan ukuran kecil. Kini, semua orang bisa membeli roti Paman Pablo. Bahkan, tidak jarang Paman Pablo membagikan roti gratis pada anak dan orang tak mampu.
Sejak itu Paman Pablo dikenal sebagai Paman Dermawan.

Dari Majalah Bobo 17 September 2009.

You Might Also Like

0 Comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images