PERSAHABATAN TIGA PERI PELANGI
Jumat, Agustus 16, 2013
Oleh : Rae Sita Patappa
Negeri peri yang cerah disuatu
pagi. Mya keluar dari rumah mungilnya dengan sayap baru warna pelangi. Sayap
itu baru saja diberikan Bunda Peri saat Mya dan kedua temannya, Kya dan Gya,
lulus ujian menjadi peri cilik. Ketika diminta memilih sayap seperti apa, Mya,
Kya dan Gya kompak memilih sayap pelangi.
Selama ini belum ada peri yang
memiliki sayap seperti mereka. Mya membayangkan kekompakan persahabatan mereka
akan jadi pembicaraan di seluruh negeri itu. Tiga sekawan peri dengan sayap
pelangi yang sama! Wah, betapa bangganya Mya.
Sambil berlari-lari kecil, Mya
berangkat menuju rumah Gya dan Kya. Sebetulnya dengan terbang, perjalanannya
akan lebih cepat. Tapi ia ingin memakai sayap itu nanti, saat terbang pertama
kali bersama kedua temannya.
Saat melewati jalan setapak
berkerikil, Mya tersandung. Sebuah ranting pohon menusuk sayapnya. Tapi Mya
segera berdiri kembali dan meneruskan perjalanannya dengan riang.
Mya bertemu kedua temannya di rumah
Kya. Kya terlihat sangat manis. Rambutnya pirang keemasan dikuncir dua dengan
pita beraneka warna. Sementara rambut merah Gya diberi bando kain yang juga
berwarna-warni. Rambut pendek hitam Mya sendiri dipenuhi jepit warna-warni.
Kostum mereka sudah kompak dengan warna-warni pelangi.
“Aku menyimpan sayapku hati-hati
dalam peti berlapis beludru,” kata Kya.
“Aku juga. Kata Bunda Peri, jika
sayap ini rusak sedikit saja, akan sangat berbahaya jika dibawa terbang. Dan
perbaikkannya akan butuh waktu sangat lama,” ujar Gya.
Deg! Mya terkejut. Oh ya! Kemarin
Bunda Peri berpesan begitu pada mereka. Tapi… baru saja sayapnya tertusuk
ranting. Apakah itu berbahaya? Pikir Mya dalam hati.
Ah, tapi kan Cuma tertusuk sedikit,
pikir Mya. Lagipula, sebentar lagi mereka harus ke istana peri. Di halama
istana, peri-peri cilik yang baru dilantik harus memperagakan kemahiran terbang
mereka di depan peri-peri undangan. Mereka bertiga ingin memamerkan kemahiran
terbang bersama.
“Lihat! Kita kompak sekali ya
dengan sayap pelangi ini,” seru Gya.
“Tidak ada yang seperti kita!” Kya
melompat-lompat senang.
Mya tertawa. Ah, ini bukan saat
yang tepat untuk memikirkan kerusakkan sayap. Itu akan merusak kebahagiaan
temannya. Lagipula kalau ia berganti sayap sekarang, bisa-bisa dianggap tidak
kompak.
Halaman istana telah dipenuhi
peri-peri undangan dari seluruh pelosok negeri. Semua ingin menyaksikan
kehebatan para peri baru. Mereka tampak mengagumi kostum serta sayap Mya, Gya,
dan Kya.
Para peri cilik baru mulai
menampilkan keahlian terbang mereka. Ada peri yang terbang sangat cepat hingga
terlihat seperti menghilang. Ada juga peri yang menciptakan hujan bintang di
halaman istana.
Tiba giliran Mya, Gya dan Kya.
Mereka terbang dari tiga arah. Sayap-sayap pelangi mereka memancarkan
warna-warni yang berkilau. Mereka berencana memadukan pasir, air dan api, untuk
membuat sebuah istana mini. Pada akhir pertunjukkan nanti, istana mini mereka
akan diberi warna pelangi.
Gya mengendalikan pasir. Kya
mengendalikan air. Sementara Mya mengendalikan api.
Gya terbang sambil mengeluarkan
pasir putih dalam jumlah yang sangat banyak. Halaman istana peri selah
dipayungi pasir putih. Kemudian Kya membentuk sebuah mangkuk raksasa dari air.
Gya menjatuhkan semua pasir putihnya kedalam mangkuk air ciptaan Kya. Kya
membungkus semua pasir putih itu, hingga membentuk bola pasir putih raksasa
yang berkulit air. Semua penonton bersorak kagum, saat perlahan pasir putih dan
air menyatu dan berubah menjadi sebuah istana mini. Gya dan Kya mempertahankan
bentuk istana itu sambil menunggu Mya beraksi.
Kini tiba giliran Mya. Ia akan
membakar istana itu agar menjadi kokoh. Dari kejauhan Mya menciptakan dinding
api raksasa. Kini ia bersiap-siap terbang ke atas dinding api. Mya melesat
cepat. Namun tiba-tiba sayapnya tak bisa terkendali. Mya terus melesat lurus ke
arah api. Padahal seharusnya ia menukik ke atas dan mengendalikan api itu dari
atas. Mya menoleh pada Gya dan Kya yang masih menjaga istana mini mereka. Panas
api mulai terasa.
Mya berdoa dalam hati sambil
memejamkan mata. Sesaat kemudian tubuhnya terasa sangat panas dan membentur
sebuah benda sangat keras. Mya merasa tubuhnya terlempar sangat jauh.
Ketika membuka mata. Mya berada di atas
tumpukan pasir putih yang basah. Tubuhnya terasa sakit tapi tapi tak ada
bagian tubuhnya yang terbakar.
“Mya? Bagaimana keadaanmu?” tanya
Kya dan Gya serentak, panik.
Mya menatap kedua temannya dengan
mata berkaca-kaca.
“Kenapa tidak bilang kalau sayapmu
rusak? Seharusnya di awal tadi, sayapmu diganti dulu,” ujar Gya.
Mya menunduk. “Aku takut kalau
tidak terlihat kompak.”
Kya tersenyum sambil membantu Mya
berdiri. “Kita tidak perlu memakai barang yang sama untuk membuktikan kita
sahabat.”
Mya memeluk kedua temannya. Benar
sekali. Kedua temannya sudah membuktikan bahwa mereka adalah sahabat sejati
dengan menolongnya disaat-saat sulit. Istana pasir yang telah terbentuk dengan
susah payah oleh Gya dan Kya, kini hancur demi untuk melindungi Mya.
“Pelangi saja terbentuk dari
beragam warna, dan tetap indah, kan?” tambah Gya sambil merangkul Mya.
Sesat kemudian, seluruh penonton
istana peri memberi tepuk tangan meriah. Mereka mengira pertunjukkan
menegangkan itu memang disengaja oleh Mya, Kya, dan Gya. Ketiga sahabat itu
tersenyum bahagia.
0 Comments